1
Latar Belakang
Fase
remaja adalah masa penuh gairah, semangat, energi, dan pergolakan. Seorang anak
tidak saja mengalami perubahan fisik tetapi juga psikis. Semua ini
mengakibatkan perubahan status dari anak-anak menjadi remaja. Ada kebanggaan,
karena sebagai remaja status sosial mereka berubah, keberadaan atau eksistensi
mereka harus selalu diperhitungkan. Tetapi, ada juga kebingungan, kegelisahan,
kecanggungan, kegaulan, dan teenage clumsinees1 karena perubahan hormonal menyebabkan
mereka mengalami pertarungan identitas.
Selain itu, remaja umumnya
sudah mampu memahami logika dan konsekuensi dari sebuah tindakan logis. Pola
berpikir logis membuat mereka selalu menuntut alasan dibalik sebuah tindakan.
Itulah sebabnya, para remaja seringkali diberi label sebagai kelompok yang suka
menentang.
Perkembangan kemampuan
intelektual mendorong para remaja berani membangun diskusi tentang ide atau
gagasan bersama kelompoknya. Kemampuan berdiskusi merupakan penuntun para
remaja untuk mengidntifikasi perbedaan pendapat, menguji argumentasi, dan
menegaskan sebuah tindakan. Mereka mengembangkan kemampuan untuk membentuk
kelompok teman sebaya atau kelompok-kelompok kecil yang sifatnya lebih
tertutup.
Ketakutan dan kecemasan
sebagian besar para remaja adalah saat mereka melewati fase remaja mereka
dengan sukses, dengan aman tanpa cedera yang berarti. Namun, hal yang
menggembirakan adalah bahwa sebagian besar dari mereka sebenarnya mampu
melewati dunia kedewasaan meski tertatih-tatih penuh kelelahan.
Di Indonesia, karena perubahan
tersebutlah remaja selalu dikaitkan dengan kenakalan. Kelompok mereka
seakan-akan tidak bisa lepas dari kenakalan sehingga selalu menjadi target
orang-orang dewasa untuk dipersalahkan. Padahal, belum tentu seluruh kenakalan
mereka akibat inisiatif mereka sendiri, melainkan karena situasi dan kondisi
yang mendorong mereka melakukan kenakalan.
ANALISIS
POLA KOMUNKASI REMAJA
Remaja bisa dikenali dari pola komunikasinya yang unik
dan khas. Unsur yang membuat pola komunikasi mereka unik dan khas adalah
ungkapan dan terminologi yang mereka gunakan acapkali menurut pandangan
orang-orang dewasa tanpa aturan dan menyimpang dari kaidah berbahasa. Pandangan
ini tidak sepenuhnya salah meskipun tidak seluruhnya benar karena seringkali
para remaja menggunakan terminologi, bahasa komunikasi, atau tata bahasa yang
sulit dipahami oleh orang lain di luar komunitas mereka.
Pola komunikasi yang berbeda antara anak-anak remaja
dengan orang sekitarnya terutama orang tua dapat menyebabkan proses komunikasi
mengalami distorsi, padahal komunikasi adalah inti dari relasi interaksi antar
orang tua dengan anak-anak remaja. Jikalau para remaja menemukan keamanan dan
kenyamanan berdiskusi dengan orang tuanya, hal ini lebih baik daripada mereka
mencari informasi di luar rumah. Oleh sebab itu para remaja sebenarnya
menginginkan hubungan yang akrab dan intim dengan orang tuanya, meskipun dalam
penampilannya tampaknya mereka seringkali acuh tak acuh dengan orang tua atau
orang-orang di sekelilingnya.
terdapat tiga fungsi utama komunikasi antara anak
remaja dengan lingkungan sekitarnya, yakni:
1.
Menyampaikan pesan
Tujuan komunkasi antara ank remaja dengan orang-orang
disekitarnya adalah menyampaikan pesan, baik anak sebagai penerima pesan dan
orang-orang sekitanya sebagai pemberi pesan ataupun sebaliknya. Cara yang
paling efektif untuk menyampaikan pesan antara keduanya adalah melalui
komunikasi tatap muka. Kelebihan komunikasi tatap muka adalah langsung
mengetahui reaksi penerima pesan pada saat pesan disampaikan. Kelemahanya, mudah
mengundang konflik jika tudak dikendalikan dengan baik.
1.
Menerima Pesan
Selain menyampaikan pesan, komunikasi
juga bertujuan menerima pesan. Dalam proses komunikasi anak-anak remaja dan
orang di sekitanya secara bergantian menjadi objek (receiver) dan subjek
(sender) komunikasi. Syarat utama menjadi penerima pesan (receiver)
adalah kesediaan untuk mendengarkan. Minimnya kesediaan untuk mendengarkan
pesan menyebabkan pesan tidak mencapai sasaran yang diinginkan.
1.
Isi
Banyak orang yang kesulitan berkomunikasi dengan
anak-anak remaja karena tidak saling memahami pola komunikasi yang sedang
mereka gunakan. Terkadang mereka saling mempertahankan pola komunikasinya
masing-masing. Remaja sedang berada dalam taraf pencarian identitas,
pengembangan, dan coba-coba. Ketidakstabilan remaja tampak dari perilaku mereka
yang mudah terinfeksi oleh berbagai pola komunikasi yang menurut mereka menarik
meskipun belum tentu bermanfaat bahkan membingungkan orang lain termasuk orang
tua mereka sendiri.
Pola komunikasi remaja umumnya penuh
dengan dinamika, terkadang disertaisinisme atau sarkasme[1] terhadap
situasi hidup sehari-hari. Istilah-istilah yang mereka gunakan acapkali yang
semakin hari semakin timpang atau karena mereka merasakan sendiri betapa
mereka mendapat tekanan dari sstem yang mengatur kehidupan mereka sebagai
remaja yang semakin hari semakin berat dan mengekang kebebasan mereka. Untuk
melampiaskan kekesalan atau tekanan tersebut, mereka acapkali menggunakan
simbol-simbol komunikasi yang keluar dari aturan berbahasa.
PERAN ORANG TUA DALAM PEMBENTUKAN REMAJA
Salah satu aspek penting yang harus
diperhatikan dalam perjalanan hidup seorang remaja adalah pembentukan
identitasnya. Aspek ini merupakan titik paling kritis bagi setiap remaja karena
pada masa remaja, mereka ragu dalam menentukan identitasnya. Salah satu
identitas diri yang harus dimiliki oleh setiap remaja adalah tata nilai.
Melalui sistem tata nilai yang dianutnya, seorang remaja mengungkapkan siapa,
mengapa, dan bagaimana dia sebagai sosok pribadi. Dapat dikatakan, setiap
remaja adalah pribadi yang unik dan khas sehingga memiliki identitas atau tata
nilai yang belum tentu sama dengan identitas atau tata nilai yang dianut remaja
lain.
Sistem tata nilai sebagai identitas remaja merupakan
pengajaran melalui pembelajaran, pengalaman, atau peniruan sehingga selalu
terbuka kemungkinan kekeliruan atau pemahaman lain. Tata nilai sebagai salah
satu identitas remaja mengatur pola hidup, tingkah laku ke dalam maupun ke
luar, sekaligus sebagai landasan moral maupun spiritual dalam melakukan
interaksi, menata hidup, melakukan perenungan hidup, menciptakan remaja yang
berkepribadian, dan memiliki budi pekerti yang luhur. Seorang remaja haruslah
senantiasa mempertimbangkan banyak aspek, seperti: kepatutan sosial, etika,
moral, norma-norma, tidak menimbulkan pertentangan, memperbaiki tat nilai yang
ada, mempertimbangkan budaya dan nilai-nilai lokal dalam menerapkan tata nilai
yang baik karena tata nilai merupakan falsafah hidup.
Tata nilai seorang remaja terbentuk oleh banyak
faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor internal adalah keluarga
inti yang terdiri dari ayah, ibu, kakak, atau adik. Faktor-faktor eksternal
adalah semua faktor di luar keluarga inti misalnya, budaya, agama, sekolah,
lingkungan, atau ideologi.
Menurut Surbakti, 2008 terdapat tiga kemungkinan yang
paling sering dihadapi remaja terhadap sistem tata nilai yang dianutnya, yakni:
1.
Tata nilainya lebih
baik ketimbang di luar dirinya
Jika tata nilai yang dianut seorang remaja lebih baik
daripada di luar dirinya, remaja tersebut dapat menjadi contoh yang baik bagi
komunitasnya.
1.
Tata nilai sama dengan
di luar dirinya
Jika tata nilai yang dianut seorang remaja sama dengan
di luar dirinya, secara umum tidak terjadi benturan. Artinya dia dapat
melanjutkan tata nilai yang dianutnya .
1.
Tata nilainya lebih
buruk ketimbang di luar dirinya
Jika tata nilai yang dianutnya berbeda atau lebih
buruk daripada di luar dirinya, seorang remaja akan mengalami guncangan hebat.
Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukannya, yakni:
1.
Bertahan pada sistem
tata nilai yang dianutnya dengan konsekuensi ia akan tersisih dari
lingkungannya.
2.
Mengadopsi tata nilai
baru yang lebih baik dan meninggalkan tata nilai lama yang lebih buruk.
Keluarga merupakan tempat pembentukan tata nilai yang
paling berpengaruh terhadap remaja. Apa yang dimunculkan seseorang pada masa
remaja adalah hasil pembentukan tata nilainya sejak masa kanak-kanak. Dalam hal
ini, kedua orang tua adalah individu yang paling bertanggung jawab terhadap
pembentukan tat nilai tersebut. Melalui orang tua seorang remaja belajar
tentang etika, moral, norma-norma, budaya, kejujuran, saling menghormati,
saling menghargai, tau saling menolong. Tetapi melalui orang tua juga seorang
remaja belajar tentang kecemasan, kemarahan, ketidakjujuran, egoisme, dan
perilaku buruk lainnya.
BENTUK KENAKALAN REMAJA
Dunia remaja selalu membuat kebayakan orang tua pusing
kepala. Para remaja selalu ingin tahu sampai batas mana mereka diperbolehkan
melanggar aturan. Secara tidak langsung, orang tua yang lemah dan ragu-ragu
dalam menghadapi tingkah laku anak-anaknya akan mendorong anak remajanya menuju
ke jurang kehancuran. Perlu sikap tegas dalam mendidik remaja. Tetapi, perlu diperhatikan
bahwa ketegasan tidak identik dengan kemarahan yang disertai kekerasan dan
pengniayaan.
Hal yang tidak boleh diabaikan adalah bahwa kenakalan
remaja tidaklah berdiri sendiri dan terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui
proses. Di dalam proses tersebut, banyak unsur yang terlibat yang membentuk
mentalitas remaja. Dalam hal ini, orang tua adalah unsur yang paling penting
yang membentuk identitas remaja. Dengan demikian, kekalan remaja tidak mungkin
dilepaskan dari peran orang tua sebagai mesin pemroses utama pembentukan
mentalitas, karakter, atau kepribadian remaja. Anak remaja memasuki dunianya
dengan bekal pendidikan yang dipersiapkan selama bertahun-tahun oleh orang tua.
Namun, pada suatu tahapan tertentu dalam masa keremajaan mereka, para remaja
seakan-akan sedang memasuki tahap tertentu yang membuat mereka enggan berbicara
dengan siapa pun sehingga diam dalam proses komunikasi.
Beberapa bentuk kenakalan remaja yang sering terjadi
dalam kehidupan adalah sebagai berikut.
1.
Penentangan
Persamaan sifat seluruh remaja di dunia, yakni
cenderung menentang otoritas orang tua. Transisi menuju kebebasan yang lebih
besar pada masa remaja sangat bergantung pada sikap dan kerelaan orang tua.
Penegakan disiplin diperlukan, tetapi harus disertai dengan kesabaran dan
argumentasi rasional. Inti dari pemberontakan remaja adalah ingin mendapatkan
kemerdekaan, pengakuan eksistensi, dan perhatian orang tua.
1.
Perkelahian
Salah satu ciri khas remaja adalah membuktikan
eksistensinya di dalam komunitasnya. Remaja laki-laki selalu dipersepsikan
dengan kekuatan dan keberanian, banyak remaja laki-laki yang terobsesi menjadi
“hero” dengan menunjukan keberanian terutama dalam bentuk perkelahian.
Semangatnya bagus, namun pelaksanaanya keliru.
1.
Narkoba
Remaja banyak yang terlibat dalam peredaran
obat-obatan terlarang mulai dari obat-obat psikotropika sampai narkoba, sebagai
pemakai ataupun pengedar. Sebenarnya para remaja hanyalah korban permainan
orang-orang dewasa yang ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan
mengorbankan mereka.
1.
Tindak Kriminal
Pada banyak kota besar di Indonesia tiada hari tanpa
perkelahian anak-anak pelajar remaja. Bahkan banyak pelajar remaja sudah
terlibat perbuatan kriminal berat, seperti penodongan, penganiayaan, pemerasan,
perampasan, pemerkosaan, pelecehan, dan pembuunuhan.
1.
Melalaikan Tanggung
Jawab
Melalaikan tanggung merupakan salah satu bentuk
kenakalan remaja yang paling umum. Mereka cenderung mengabaikan atau menghindar
dari segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban, apalagi jika kewajiban
tersebut terasa memberatkan, namun menuntut dengan tegas hak mereka.
1.
Kemalasan
Para remaja tampaknya erat sekali dengan kemalasan.
Banyak remaja yang malas mengurus diri mereka sendiri termasuk mengurus
lingkungannya.
Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam pembentukan
watak dan tata nilai anak remaja yang kelak menjadi identitasnya. Bagaimanapun,
anak remaja mempunyai ciri khas masing-masing yang berbeda dengan yang lain.
Meskipun tampaknya anak-anak remaja acuh dengan segalanya, namun mereka tetap
peka dengan berbagai perubahan di sekelilingnya, apalagi perubahan tersebut
menyangkut kepentingan mereka.
Kesimpulan
Perbedaan pola komunikasi antara remaja dengan
orang-orang di sekitarnya, terutama orang tua akan menyebabkan terjadinya
kenakalan remaja. Dalam hal ini, peran orang tua sangat diperlukan. Begitu pula
dengan pembentukan identitas remaja. Setiap remaja memiliki pribadi yang
berbeda dengan remaja lainnya. Oleh karena itu, dalam masa pembentukan
identitas diri, orang tua dijadikan sebagai motivator dalam kehidupan mereka.
Kesalahan dalam mendidik remaja, akan menyebabkan kenakalan terjadi, seperti
penganiayaan, penentangan, perkelahian, narkoba, pemerkosaan, tindak kriminal,
dan sebagainya.